SEJARAH YAYASAN KARANTINA TAHFIZH AL-QUR’AN NASIONAL
Yayasan Hamasah adalah sebuah lembaga yang berfokus pada penghafalan Al-Qur’an di Indonesia. Perjalanan Yayasan Hamasah dimulai pada tahun 2014 ketika mereka mengadakan Karantina Tahfidz Pertama di Indonesia, yang berlokasi di Ciparay, Kabupaten Bandung. Karantina Tahfidz tersebut bertujuan untuk membantu para peserta menghafal Al-Qur’an dengan metode yang efektif.
Pada tanggal 17 Ramadhan 1437 H atau 27 Maret 2015, Yayasan Hamasah resmi didirikan di Bandung. Pendirinya adalah Ustaz Zaenal Arifin, S.Si, seorang sarjana lulusan ITB yang juga merupakan hafizh Qur’an. Beliau adalah seorang inovator dan pakar di bidang Natural Language Processing (NLP), serta merupakan alumni dari Pesantren Riyadul Huda Cirebon.
Setelah berdiri, Yayasan Hamasah terus berkembang dan melakukan ekspansi ke berbagai wilayah di Indonesia. Pada tanggal 25 Desember 2015, mereka mengadakan Karantina Tahfidz di Bali. Kemudian, pada tanggal 17 Juni 2016, Karantina Tahfidz angkatan ke-3 diadakan di Belitung, Bangka Belitung. Karantina Tahfidz ini terus dilanjutkan hingga mencapai angkatan ke-37 pada tahun 2023. Pusat Karantina Tahfidz Hamasah terus mengadakan program serupa di Bandung.
Metode yang digunakan oleh Yayasan Hamasah adalah metode Dzauq Hamasah. Metode ini mengintegrasikan ilmu vokal, tahsin (penulisan dan pelafalan yang baik), dan rasa (memahami makna dan merasakan kandungan Al-Qur’an) saat menghafal Al-Qur’an. Yayasan Hamasah juga menggunakan penomoran sendiri dalam proses menghafal Al-Qur’an.
Visi Yayasan Hamasah adalah mencetak 20 juta penghafal Al-Qur’an pada tahun 2030. Dengan komitmen untuk menghasilkan penghafal Al-Qur’an yang berkualitas, Yayasan Hamasah terus bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut dan memberikan kontribusi dalam upaya penyebaran dan pemahaman Al-Qur’an di Indonesia.
Pada tanggal 17 Ramadhan 1437 H atau 27 Maret 2015, Yayasan Hamasah resmi didirikan di Bandung. Pendirinya adalah Ustaz Zaenal Arifin, S.Si, seorang sarjana lulusan ITB yang juga merupakan hafizh Qur’an. Beliau adalah seorang inovator dan pakar di bidang Natural Language Processing (NLP), serta merupakan alumni dari Pesantren Riyadul Huda Cirebon.
Setelah berdiri, Yayasan Hamasah terus berkembang dan melakukan ekspansi ke berbagai wilayah di Indonesia. Pada tanggal 25 Desember 2015, mereka mengadakan Karantina Tahfidz di Bali. Kemudian, pada tanggal 17 Juni 2016, Karantina Tahfidz angkatan ke-3 diadakan di Belitung, Bangka Belitung. Karantina Tahfidz ini terus dilanjutkan hingga mencapai angkatan ke-37 pada tahun 2023. Pusat Karantina Tahfidz Hamasah terus mengadakan program serupa di Bandung.
Metode yang digunakan oleh Yayasan Hamasah adalah metode Dzauq Hamasah. Metode ini mengintegrasikan ilmu vokal, tahsin (penulisan dan pelafalan yang baik), dan rasa (memahami makna dan merasakan kandungan Al-Qur’an) saat menghafal Al-Qur’an. Yayasan Hamasah juga menggunakan penomoran sendiri dalam proses menghafal Al-Qur’an.
Visi Yayasan Hamasah adalah mencetak 20 juta penghafal Al-Qur’an pada tahun 2030. Dengan komitmen untuk menghasilkan penghafal Al-Qur’an yang berkualitas, Yayasan Hamasah terus bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut dan memberikan kontribusi dalam upaya penyebaran dan pemahaman Al-Qur’an di Indonesia.